
Amalan Remeh, Pahala Agung
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Pernahkah Anda mendengar kisah seorang muslimah yang melakukan amalan sederhana—begitu sederhana hingga nyaris tak dipandang oleh kebanyakan orang—namun justru mendapat kemuliaan di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam?
Diceritakan dalam sebuah hadits, ada seorang wanita tua berkulit hitam yang setiap hari mengabdikan dirinya untuk membersihkan masjid, tempat kaum muslimin beribadah. Amalan yang mungkin tampak kecil, sepele, dan tak berarti di mata manusia. Bukan puasa, bukan shalat berjamaah, bukan pula jihad di medan laga. Namun, bagi wanita ini, membersihkan rumah Allah adalah bentuk pengabdian tanpa pamrih.
Ia tidak pernah mempermasalahkan apakah yang ia lakukan akan diingat atau diapresiasi. Ia terus melakukannya dengan sepenuh hati, tanpa diminta, tanpa disuruh, dan tanpa mengharap pujian. Mungkin kita bertanya: "Apa pentingnya pekerjaan ini dalam membangun kejayaan Islam?" Tapi justru di sanalah letak keistimewaannya.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa wanita ini, yang oleh sebagian ulama disebut sebagai Ummu Mahjan, tiba-tiba tak terlihat lagi di masjid. Rasulullah pun menyadari ketidakhadirannya dan bertanya kepada para sahabat, "Kemana wanita yang biasa membersihkan masjid itu?"
Para sahabat menjawab bahwa ia telah meninggal dunia pada malam sebelumnya. Mereka tidak sempat memberitahu Rasulullah karena beliau tengah beristirahat dan mereka menganggap tak layak mengganggunya hanya untuk memberitahukan wafatnya seorang wanita yang tak dikenal. Namun reaksi Rasulullah sangat mengejutkan—beliau tampak kecewa dan segera menanyakan letak kuburannya.
Tanpa menunda, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun pergi ke sana dan menshalatkan jenazahnya. Sungguh sebuah penghormatan luar biasa dari Rasulullah untuk seorang wanita sederhana yang hanya melakukan tugas kecil—membersihkan masjid. Tidak semua sahabat mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini. Bukankah ini menjadi bukti betapa mulianya amalan yang tampak sepele di mata manusia, namun agung di sisi Allah dan Rasul-Nya?
Pelajaran Berharga
Saudaraku yang dirahmati Allah, dari kisah ini kita bisa mengambil dua pelajaran penting.
Pertama, tidak ada kata terlambat untuk beramal sholeh. Usia bukanlah penghalang untuk berkontribusi di jalan Allah. Lihatlah wanita tua itu—meski raganya telah renta, ia tetap semangat membersihkan rumah Allah sebagai bentuk cinta dan pengabdian.
Kedua, jangan pernah meremehkan amal kecil. Mungkin kita bukan penceramah yang mampu menggugah ribuan hati. Mungkin kita bukan Hafizh Qur’an yang bacaan indahnya menggetarkan jiwa. Mungkin kita bukan guru agama yang mengajarkan Al-Qur’an dan hadits.
Namun bisa jadi kita adalah orang yang dengan setia mengangkat meja pengajian, menempel poster dakwah, atau sekadar menjadi tukang parkir dalam majelis ilmu. Ingatlah, Allah tidak menilai besar kecilnya amal dari bentuknya semata, tetapi dari niat dan keikhlasan yang mengiringinya.
Jangan minder, jangan lelah. Teruslah berkontribusi. Meski kecil, meski tak terlihat, bisa jadi itulah amalan yang akan memberatkan timbangan kebaikan kita di akhirat nanti.
Penulis: Muh Ilham Anugrah Bayu

Kepala SMAS IT Wahdah Ajak Terapkan Tarbiyah Islamiyah untuk Pendidikan Karakter di SMA Sinjai
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Di tengah derasnya arus informasi dan cepatnya perubahan sosial, remaja di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Mereka tidak hanya dituntut meraih prestasi akademis, tetapi juga harus dibekali dengan karakter kuat agar mampu menjalani kehidupan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Menjawab kebutuhan ini, program Tarbiyah Islamiyah hadir sebagai solusi konkret dalam membangun pendidikan karakter yang kokoh dan terarah. Tarbiyah bukan sekadar kegiatan tambahan, tetapi merupakan proses pembinaan berkelanjutan yang menyentuh aspek spiritual, emosional, sosial, dan intelektual peserta didik.
Hal inilah yang ditegaskan oleh A. Irfandi, Kepala SMAS IT Wahdah Islamiyah Sinjai salah satu sekolah Islam terpadu yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Wahdah Islamiyah Sinjai. Dikenal sebagai kepala sekolah termuda, pria yang akrab disapa Bang AIB ini membawa semangat baru dalam menghidupkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam.
“Program Tarbiyah Islamiyah harus menjadi arus utama dalam pendidikan remaja kita, bukan hanya pelengkap. Melalui Tarbiyah, peserta didik bisa tumbuh dengan akhlak mulia, semangat belajar yang tinggi, serta kesadaran akan tanggung jawab sosial dan spiritual,” ujarnya.
Dengan visi “Membentuk generasi Qur’ani yang religius dan unggul,” SMAS IT Wahdah Islamiyah Sinjai menempatkan Tarbiyah sebagai pondasi utama dalam proses pembelajaran. Nilai-nilai Al-Qur’an tidak hanya diajarkan, tetapi dijadikan prinsip hidup yang membentuk karakter siswa sejak dini.
Inisiatif ini juga selaras dengan semangat Kabupaten Sinjai sebagai “Bumi Panrita Kitta”, daerah yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kearifan. Program Tarbiyah Islamiyah yang diterapkan di SMAS IT diharapkan menjadi model pendidikan karakter Islami yang bisa diadopsi lebih luas, terutama dalam konteks lokal Sinjai.
Lebih lanjut, Bang AIB mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama mendukung gerakan pendidikan karakter berbasis Tarbiyah:
“Kami sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah dalam membangun ekosistem pendidikan karakter yang kuat. Generasi Qur’ani adalah kebutuhan zaman, dan kita harus mencetaknya bersama.”
Dengan semangat kolaboratif dan visi keislaman yang kuat, SMAS IT Wahdah Islamiyah Sinjai siap menjadi bagian dari solusi pendidikan karakter bagi remaja di Sinjai dan sekitarnya.

Langkah Hijrah Sang Pemuda: Tetap Istiqamah Meski Sendiri
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Pada suatu momen dalam perjalanan hijrahnya, segalanya bermula saat ia menduduki bangku putih abu-abu, tepat di usia 15 tahun. Seorang pemuda keturunan Bugis itu memberanikan diri mengambil langkah besar untuk menjadi hamba yang lebih terarah, menjadikan hijrahnya sebagai wasilah awal dalam memperbaiki diri dan hidupnya.
Terbayang wajah lugunya yang polos. Ia tak tahu ke mana akan berlabuh. Di masa itu, ia pertama kali merasakan hidayah menyentuh hatinya. Namun saat niat sudah mantap untuk berubah, justru ujian demi ujian datang silih berganti.
Dalam usaha menapaki jalan kebaikan, ia tak jarang menemui rintangan yang tiada henti. Kata-kata yang menjatuhkan mental sering terdengar, bahkan dari orang-orang terdekat, termasuk keluarganya sendiri. Di tengah perjalanan hijrahnya, hanya sedikit yang mendukung. Akan tetapi, tekad yang kuat membuatnya tidak menyerah, meskipun harus menghadapi hujatan dan cibiran. Ia memilih untuk terus melangkah dalam jalan kebaikan. Ia sadar, menjadi seorang mukmin berarti menjadi pemuda yang mencintai ilmu syar’i. Ia paham, ini adalah salah satu jalan menuju Surga.
Sungguh, perjuangan itu tak jarang bersanding dengan air mata. Namun ia tetap bertahan di tengah keterasingan, berbekal mujahadah dan doa yang tak pernah putus. Keyakinannya kepada Allah menjadikannya kuat melangkah di atas duri-duri perjuangan. Ya, memang benar bahwa perjuangan itu pahit, tetapi akan berakhir dengan cerita indah di masa depan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, pada keduanya ada kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa musibah, maka janganlah engkau berkata: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Namun, katakanlah: ‘Ini adalah takdir Allah. Apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan 'seandainya' akan membuka pintu syaitan." (HR. Muslim)
Tibalah masa putih abu-abu itu berakhir. Last ceremony telah dilaksanakan. Pelukan hangat dari para guru menyisakan kenangan mendalam bagi sang pemuda. Kesedihan menyelimuti hatinya saat mengenang tiga tahun di jurusan MIPA dan kiprahnya sebagai anggota Rohis. Namun ia sadar, setiap masa pasti ada akhirnya, dan masa putih abu-abu adalah salah satu masa yang takkan kembali.
Waktu terus bergulir. Semua kesedihan kini menjadi kenangan termanis. Kini, sang pemuda telah duduk di bangku perkuliahan. Semangatnya masih menyala, meneruskan perjuangan menata diri. Namun dunia kampus menyuguhkan realita yang berbeda. Ia dihadapkan pada lingkungan dan pemahaman yang kerap kali bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah.
Dulu, ia mengimpikan kampus yang tidak ada ikhtilat di dalamnya. Tapi takdir berkata lain. Meski air mata telah jatuh hingga kering, ia tetap yakin bahwa pilihan Allah adalah yang terbaik. Mungkin inilah cara Allah menguji hamba-Nya, sejauh mana ia mampu bertahan dalam jalan perjuangan.
Kegelisahan Zaman
Masalah besar hari ini adalah banyak pemuda yang berhijrah di masa putih abu-abu, tetapi semangatnya memudar ketika memasuki dunia kampus. Seolah perjuangan dakwah yang dulu diperjuangkan dengan sepenuh hati, kini hanya menjadi cerita masa lalu. Banyak yang meninggalkan amanah demi urusan dunia, dan tidak sedikit pula yang meninggalkan tarbiyah karena fokus kuliah. Lalu ke mana semangat yang dulu?
Pesan untuk Adik-adik Rohis
Untuk adik-adik Rohis, jangan berhenti berjuang hanya karena kalian tak lagi menjadi anggota Rohis. Jangan jadikan kuliah sebagai alasan untuk berhenti berdakwah. Lanjutkan langkah dan perjuanganmu, baik saat berada di lingkungan yang mendukung ketakwaan, maupun yang sebaliknya. Tetaplah melanjutkan perjuangan ini.
Jadilah pemuda akhir zaman yang mencintai dakwah. Dan ingat, cinta sejati butuh pengorbanan. Jadilah pemuda yang rela berkorban demi agama ini. Jadilah pemuda yang dirindukan oleh Surga. Bersama Allah, semua akan mampu dilewati dengan pertolongan-Nya.
Tanyakan pada diri, sudah seberapa besar cintamu kepada Allah? Sudah seberapa banyak perjuanganmu untuk agama ini? Ingatlah kisah Sultan Muhammad Al-Fatih, pemuda yang berhasil menaklukkan Konstantinopel di usia muda. Dan kamu? Untuk apa engkau gunakan masa mudamu?
Jika engkau telah mendapat hidayah, jagalah baik-baik. Jika engkau diberikan amanah dalam kepengurusan dakwah, baik di sekolah maupun kampus, maka engkau adalah hamba pilihan-Nya. Engkau adalah pemilik pundak yang dipilih untuk memikul amanah itu. Karena engkau dipilih, maka berjuanglah dengan ikhlas. Karena engkau pejuang, mintalah kemudahan kepada Allah.
"Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali yang Aku beri petunjuk. Maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya." (HR. Muslim)
Tetap Kokoh di Tengah Ujian
Meski dunia kampus menggoda, apalagi di kampus umum yang bercampur antara laki-laki dan perempuan, tetaplah teguh berjalan di atas kebenaran. Bersabarlah dalam menghadapi pergaulan bebas dan budaya populer yang tak sejalan dengan syariat Allah. Jangan menjadi pemuda yang ikut-ikutan tren tanpa memahami syariat. Allah bersama orang-orang yang sabar. Bukankah pahala sabar sangatlah indah?
Jangan biarkan dirimu terjerumus dalam hal-hal yang dibenci agama. Jadilah pemuda yang kuat, dambaan umat dan bangsa.
Sebuah pesan singkat dari sang pemuda untuk teman-teman semua: tetaplah berjuang dengan sepenuh hati, agar mampu menundukkan hawa nafsu dan menepis gemerlap dunia yang menyesatkan. Duri-duri perjuangan yang telah kalian lalui akan menjadi kisah yang sangat berarti kelak.
Prinsip Seorang Pejuang:
Bila ada seribu pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Bila ada seratus pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Bila ada sepuluh pejuang, maka salah satunya adalah saya.
Dan bila hanya ada satu orang pejuang, maka itulah saya.
Perbanyaklah berdoa, karena doa adalah senjata paling ampuh. Allah berfirman dalam QS. Al-Mukmin ayat 60:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”
Perbanyak juga sujud panjangmu, bersimpuhlah di hadapan Sang Pemilik Kekuatan, dan perbanyaklah amalan-amalan sunnah lainnya. Semoga kita semua diwafatkan dalam keadaan istiqamah di jalan dakwah ini. Aamiin...
Semoga tulisan ini menjadi pengingat dan penguat langkah bagi setiap jiwa yang tengah berjuang dalam jalan Allah.
Oleh: Nuril Fahmi, S.Pd.
Penulis buku “Panjang Tempuhannya”

Petir dalam Pandangan Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Saat ini kita berada di awal Juni 2025. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan berintensitas sedang hingga tinggi akan mengguyur Kabupaten Sinjai. Jika demikian, maka potensi kemunculan petir juga akan meningkat. Apalagi, kondisi atmosfer saat ini lebih mendukung terbentuknya awan hujan Cumulonimbus yang dapat memicu badai petir. Namun, variasi cuaca lokal bisa terjadi tergantung pada pengaruh monsun, siklon tropis, dan fenomena seperti La Niña atau El Niño.
Terkait cuaca ekstrem berupa badai petir ini, Allah Azza wa Jalla secara jelas telah menyebutkan karakteristik petir dalam ayat-ayat-Nya yang suci:
أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ
"Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 19)
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ ۖ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 20)
وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ
"Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya. Dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia Mahakeras siksa-Nya.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 13)
Dari tiga ayat ini, dapat diuraikan bahwa karakteristik petir/kilat dalam Al-Qur’an adalah:
-
Kekuatan dan Kecepatan
Petir digambarkan sebagai fenomena yang sangat cepat, kuat, dan memukau. Ini menjadi pengingat akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas. -
Tasbih Alam
Guruh dan petir digambarkan sebagai makhluk yang tunduk kepada Allah, bertasbih dengan caranya masing-masing. -
Peringatan Spiritual
Petir digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan kehancuran atau ketakutan akibat perbuatan manusia yang melanggar aturan Allah.
Konteks ini mengajarkan manusia untuk merenungi fenomena alam sebagai tanda kebesaran Allah, mengambil pelajaran, dan meningkatkan ketakwaan. Dari ketiga ayat ini pula, kita diajarkan bahwa begitu banyak ilmu pengetahuan yang masih terpendam dan belum seluruhnya diteliti oleh kaum muslimin.
Selanjutnya, kita akan membahas proses terjadinya petir, potensi bahayanya, cara mitigasi risiko, dan apakah mungkin energi petir dimanfaatkan sebagai sumber listrik (insya Allah akan dibahas satu per satu).
A. Proses Terjadinya Petir
Petir terjadi akibat pelepasan muatan listrik di atmosfer saat kondisi tertentu. Berikut adalah proses terjadinya secara berurutan:
-
Pembentukan Awan Cumulonimbus
Petir sering terjadi pada awan cumulonimbus, yaitu awan besar yang tumbuh vertikal hingga ketinggian sangat tinggi. Awan ini terbentuk akibat pemanasan permukaan bumi, yang menyebabkan udara lembap naik ke atmosfer, mendingin, dan membentuk tetesan air atau kristal es. -
Pembentukan Muatan Listrik
Di dalam awan cumulonimbus terdapat arus udara naik dan turun (updraft dan downdraft) dengan intensitas tinggi. Tabrakan antar tetesan air, kristal es, dan partikel-partikel lainnya menyebabkan pemisahan muatan listrik, di mana muatan negatif terkonsentrasi di bagian bawah awan, dan muatan positif terkumpul di bagian atas. Permukaan bumi, yang berada di bawah awan, menjadi bermuatan positif akibat induksi listrik. -
Peningkatan Tegangan Listrik
Perbedaan potensial antara muatan negatif di awan dan muatan positif di bumi atau antar bagian awan menjadi sangat besar (dapat mencapai jutaan volt). Ketika tegangan ini cukup kuat untuk mengatasi hambatan udara, terjadilah pelepasan muatan listrik (discharge). -
Pelepasan Muatan (Terjadinya Petir)
Petir terjadi melalui beberapa tahap:-
Leader: Saluran ionisasi bermuatan negatif bergerak dari awan menuju bumi, menciptakan jalur berkelok.
-
Return Stroke: Saat leader mendekati permukaan tanah, muatan positif dari bumi mengalir ke atas melalui jalur tersebut. Pelepasan energi ini menimbulkan kilatan cahaya yang kita kenal sebagai petir.
-
-
Proses ini terjadi sangat cepat, sering kali kurang dari 1 detik.
-
Efek Suara (Guruh)
Udara di sekitar saluran petir memanas mendadak hingga sekitar 30.000°C (lima kali lebih panas dari permukaan matahari), menyebabkan ekspansi udara secara eksplosif dan menghasilkan gelombang suara yang kita dengar sebagai guruh.
Perlu diketahui, petir tidak hanya terjadi antara awan dan tanah, tetapi juga antar awan atau bahkan di dalam satu awan. Fenomena ini sangat umum di daerah tropis seperti Indonesia.
B. Potensi Bahaya Petir
Petir adalah fenomena alam yang bisa menimbulkan berbagai risiko, baik terhadap manusia, lingkungan, maupun infrastruktur. Berikut potensi bahayanya dan langkah mitigasinya:
1. Bahaya terhadap Manusia:
-
Kejutan listrik: Sambaran langsung dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan organ, hingga kematian.
-
Gelombang kejut: Suara petir yang keras bisa memicu trauma akustik atau gangguan pendengaran.
-
Efek tidak langsung: Arus listrik dari sambaran petir di dekat seseorang bisa mengalir melalui tanah atau benda logam.
2. Bahaya terhadap Bangunan dan Infrastruktur:
-
Kerusakan fisik: Sambaran petir dapat merusak bangunan, antena, dan pohon.
-
Gangguan listrik: Arus tinggi dapat menyebabkan lonjakan tegangan yang merusak alat elektronik.
-
Kebakaran: Petir dapat memicu kebakaran, terutama jika mengenai material mudah terbakar.
3. Bahaya terhadap Transportasi:
-
Penerbangan: Pesawat dapat terkena petir, meski umumnya sudah dilengkapi pelindung.
-
Transportasi darat: Petir yang menyambar rel atau jalan bisa mengganggu operasional.
4. Kerusakan Ekosistem:
-
Kebakaran hutan: Sambaran di daerah kering dapat menimbulkan kebakaran.
-
Gangguan pada hewan: Suara dan energi dari petir bisa membuat satwa liar stres.
Mitigasi Risiko Petir
1. Langkah Perlindungan Personal:
-
Hindari area terbuka saat terjadi petir.
-
Hindari penggunaan benda logam seperti payung logam.
-
Cari perlindungan di bangunan tertutup atau kendaraan tertutup.
-
Jauhi pohon tinggi atau tiang listrik.
2. Proteksi pada Bangunan:
-
Pasang sistem penangkal petir untuk mengarahkan arus ke tanah.
-
Pastikan sistem grounding bangunan sesuai standar.
-
Gunakan surge protector untuk melindungi peralatan elektronik.
3. Mitigasi pada Infrastruktur Publik:
-
Rutin memeriksa saluran listrik agar tidak terjadi lonjakan atau percikan.
-
Gunakan sistem deteksi petir untuk memberikan peringatan dini.
4. Edukasi dan Kesiapsiagaan:
-
Lakukan edukasi publik tentang bahaya petir dan langkah perlindungan.
-
Ikuti informasi cuaca dari BMKG, terutama di musim penghujan.
Penutup
Petir bukan hanya fenomena fisik yang menggetarkan bumi dan langit, melainkan juga tanda kekuasaan Allah yang sepatutnya direnungi. Dalam setiap kilat dan guruh, ada pelajaran tentang kelemahan manusia dan kebesaran Tuhan. Selain menjaga diri secara fisik melalui mitigasi risiko, mari kita jadikan petir sebagai pengingat untuk memperkuat iman dan takwa.
وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Al-Baqarah: 20)
Semoga tulisan ini menambah ilmu, memperkuat keimanan, dan meningkatkan kesiapsiagaan kita terhadap fenomena alam yang tak hanya indah untuk dikaji, tetapi juga penuh hikmah untuk direnungi.
Oleh:
Ir. Rudi Heriyana, S.T., M.Pd.
Wakil Ketua Bidang II DPD Wahdah Islamiyah Sinjai

Keyakinan Yang Menembus Langit
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Baru-baru ini dunia dihebohkan dengan kisah menakjubkan dari seorang hamba yang dengan Kuasa Allah mampu membuat pesawat berbalik arah ke bandara asal sebanyak 2 kali untuk menjemput sosok manusia mulia ini.
Adalah Amer, seorang muslim bersahaja yang berasal dari sebuah Negara di Afrika yang dikenal identik dengan kulit hitamnya bernama Libya.
Kisahnya bermula pada proses pemberangkatan rombongan haji asal Libya yang didalamnya terdapat nama Amer yang awalnya bisa jadi tidak banyak orang mengenalinya apalagi di dunia Internasional. Tanpa ragu sedikitpun Amer memasuki bandara dan melalui serangkaian proses yang harus dilewati oleh Jemaah Calon Haji pada umumnya.
Namun sebuah kondisi mengagetkan membuat Amer harus diperiksa oleh petugas dalam waktu yang lama karena diduga adanya indikasi kesalahan pada parsport atau visa yang dipegangnya. Karena pemeriksaan yang cukup lama akhirnya sang pilot memutuskan untuk memberangkatkan pesawat tanpa keberadaan Amer di dalamnya.
Disinilah keajaiban bermula. Pada saat pesawat berangkat, Amer bergeming dan tidak meninggalkan bandara meskipun selangkah. Amer dengan keyakinan yang kokoh mengatakan bahwa dia pasti akan berangkat. Apakah pernah kita perhatikan bahwa pesawat yang sudah lepas landas sangat jarang untuk kembali ke bandara asal karena hampir semua hal sudah dipastikan dengan baik bahwa pesawat tidak akan bermasalah sampai tempat tujuan.
Tapi tidak dengan kisah Amer. Pesawat itu kemudian kembali ke bandara asal karena mengalami gangguan teknis pada saat mengudara. Meskipun pesawat telah kembali, namun Amer tetap belum bisa masuk kedalam pesawat karena pilot memutuskan untuk melakukan perbaikan pesawat tanpa membuka sama sekali pintu pesawat sehingga tidak ada satu orangpun yang bisa keluar masuk. Setelah cukup lama mendapatkan perbaikan oleh tim ahli akhirnya pesawat itupun dinyatakan siap untuk kembali mengudara tanpa kendala sama sekali.
Pesawat tersebut kemudian lepas landas sekali lagi tanpa keberadaan Amer didalamnya. Lantas apakah yang dilakukan oleh Amer. Ternyata Amer kembali "kekeh" dengan keputusannya untuk tidak meninggalkan bandara. Dengan keyakinan yang mantap dia kembali mengatakan bahwa dia akan berhaji tahun ini karena kehendak Allah.
Disinlah Allah memperlihatkan kekuasaannya. Allah menakdirkan pesawat yang baru beberapa menit mengudara kembali mengalami gangguan teknis dan melakukan putar balik ke bandara asal dimana Amer masih setia menunggu disana untuk berangkat haji. Kali ini pilot memutuskan bahwa pesawat tidak akan berangkat tanpa kehadiran Amer didalamnya.
Dengan wajah berseri dan senyum yang sumringah seorang Amer melangkah dengan pasti menuju pesawat yang akan memberangkatkan ke tanah suci memenuhi panggilan Allah untuk berhaji.
Kawan-kawan sekalian keyakinan atau dalam bahasa agama kita adalah iman yang kokoh dari seorang Amer mambuat sesuatu yang sangat silit terjadi tapi dengan kekuasaan Allah sehingga sesuatu itu terjadi dengan sangat mudah. Amer yang awalnya sudah ditinggalkan pesawat dengan yakinnya akan tetap berangkat haji membuat pesawat kembali 2× untuk dirinya dengan izin Allah subhanahu wa ta'ala.
Saudara-saudaraku sekalian para pejuang dakwah. Pernahkah kita mengevaluasi keyakinan atau iman kita kepada Allah. Bagi yang sedang ditimpa masalah, pernahkah kita yakin bahwa Allah menyiapkan pahala yang besar dan memberikan jalan keluar yang terbaik dari masalah itu.
Saudara-saudaraku yang sedang sakit, pernahkah kita dengan keyakinan yang kokoh bahwa kita akan disembuhkan oleh Allah. Saudaraku yang diberi kesempitan rezki,pernahkah kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah akan meberikan kelapangan kepada kita. Saudaraku para pejuang dakwah, pernahkah kita yakin dengan teguh sebagaimana keyakinan Amer bahwa ketika kita menolong agama Allah maka Allah akan menolong kita.
Saudaraku seiman para pejuang dakwah, mungkin selama ini kita telah menegakkan kewajiban dan sunnah yang agung dalam agama. Sholat berjamaah tidak pernah ketinggalan, sedekah yang tak terhitung, puasa sunnah menghiasi keseharian, dan banyak amalan luar biasa yang menjadi rutinitas kita masing-masing, tapi tak ada salahnya kita kembali mengokohkan keyakinan/iman kita kepada Allah dalam mengarungi kehidupan yang fana ini dan mengaruhi dakwah yang terjal penuh rintangan.
Sebuah renungan bagi diri pribadi yang membutuhkan akan ilmu, nasehat, dan pertolongan dari Allah subhanahu Wa Ta'ala
Oleh: Ustaz Muh.Ilham Bayu Anugrah, S.Sos., MBA

Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Ibadah kurban adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah ﷻ yang sangat dianjurkan, terlebih di hari-hari yang penuh keutamaan pada bulan Zulhijjah. Namun sering timbul pertanyaan di masyarakat, apakah seseorang boleh berkurban atas nama orang yang telah wafat?
Kesepakatan Ulama dalam Kasus Wasiat
Para ulama sepakat bahwa jika seseorang berwasiat semasa hidupnya agar dilakukan kurban setelah ia meninggal, maka wajib bagi ahli warisnya melaksanakan wasiat tersebut selama memiliki kemampuan. Ini berdasarkan firman Allah ﷻ:
فَمَنْۢ بَدَّلَهٗ بَعْدَمَا سَمِعَهٗ فَاِنَّمَآ اِثْمُهٗ عَلَى الَّذِيْنَ يُبَدِّلُوْنَهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۗ
“Siapa yang mengubah wasiat itu setelah mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 181)
Perbedaan Pendapat Jika Tanpa Wasiat
Apabila tidak ada wasiat atau wakaf, para ulama berbeda pendapat:
1. Pendapat Mayoritas Ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah)
Mereka membolehkan berkurban untuk mayit karena amal seperti sedekah dan haji juga bisa sampai pahalanya kepada yang telah meninggal. Bahkan ada riwayat bahwa Nabi ﷺ sendiri pernah berkurban untuk umat beliau yang tidak sempat berkurban.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِكَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، أَحَدُهُمَا عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْآخَرُ عَنْهُ وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِهِ»
Dari Abu Hurairah, beliau berkata: “Rasulullah ﷺ berkurban dengan dua ekor kambing jantan yang bertanduk dan berwarna dominan putih. Satu untuk beliau dan keluarganya, dan yang satu lagi untuk beliau dan umat beliau yang tidak berkurban.”
(HR. At-Thabarani, al-Mu‘jam al-Awsath, no. 1891, juz 6, hal. 650)
2. Pendapat Madzhab Syafi‘iyah
Madzhab Syafi‘iyah berpendapat tidak diperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah wafat kecuali jika ada wasiat. Imam An-Nawawi dalam al-Minhaj (hal. 538) mengatakan:
ولا تضحية عن الغير بغير إذنه، ولا عن ميت إن لم يوص بها
“Tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa izinnya, dan tidak boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika tidak ada wasiat darinya.”
Tiga Bentuk Praktik Kurban untuk Orang yang Telah Wafat
1. Kurban Kolektif (Ikut Sertakan yang Meninggal)
Misalnya seseorang berkurban atas nama diri dan keluarganya, termasuk yang telah wafat. Ini diperbolehkan karena Nabi ﷺ pernah menyertakan seluruh keluarganya dalam kurban, termasuk istri beliau Khadijah radhiyallahu ‘anha.
2. Kurban Karena Wasiat
Jika orang yang wafat mewasiatkan kurban, maka itu wajib ditunaikan jika ahli waris mampu. Ini berdasarkan QS. Al-Baqarah: 181.
3. Kurban Berdiri Sendiri untuk Mayit
Misalnya seseorang berkurban hanya atas nama ayah atau ibunya yang telah wafat, tanpa mewakili dirinya sendiri. Pendapat yang kuat membolehkan ini, berdasarkan qiyas atas amalan sedekah dan haji yang pahalanya bisa sampai kepada mayit. Namun, tidak ada dalil tegas (nash sharih) bahwa Nabi ﷺ pernah melakukannya. Beliau tidak berkurban khusus untuk Hamzah, anak-anaknya yang wafat, ataupun Khadijah.
Karena itu, para ulama menyarankan untuk tidak menjadikan ini sebagai kebiasaan atau mendahulukan bentuk kurban ini dibanding kurban atas nama sendiri.
Kesimpulan
Berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia:
✅ Boleh, menurut mayoritas ulama.
✅ Wajib, jika ada wasiat atau wakaf dari yang meninggal.
⚠️ Tidak utama jika dilakukan secara berdiri sendiri tanpa ada wasiat, karena tidak ada contoh dari Nabi ﷺ dan para sahabat. Lebih baik diikutkan bersama kurban keluarga.
Semoga kurban kita diterima oleh Allah dan menjadi amal jariyah bagi orang-orang tercinta yang telah mendahului kita.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Oleh: Ustaz Fadli Aiman, S.H., M.H.
Ketua Yayasan Pendidikan Al-Islami Sinjai

Tak Ada Kata Terlambat, Polisi Ini Buktikan Belajar Al-Qur’an Bisa Dimulai Kapan Saja
Sinjai.Wahdah.Or.Id – Salah satu momen paling menyentuh dalam gelaran Tasyakuran DIROSA (Pendidikan Al-Qur’an Orang Dewasa) yang diadakan DPD Wahdah Islamiyah Sinjai datang dari testimoni seorang peserta bernama Jamal, seorang anggota kepolisian asal Desa Bulu Tellue, Kecamatan Bulupoddo.
“Awalnya saya belajar dari istri. Sekarang, alhamdulillah, saya yang membimbing. Belajar DIROSA sangat mengasyikkan, sampai-sampai kami ingin terus belajar meskipun sudah tamat,” ungkapnya di hadapan peserta lain.
Ia juga berpesan agar masyarakat tidak malu dan tidak takut untuk memulai belajar membaca Al-Qur’an, berapa pun usianya.
“Tua itu umur. Tapi dalam belajar, tidak ada kata terlambat dan rasa malu. Terima kasih kepada para ustaz yang sabar membimbing kami. Kini di rumah, saya bisa ajarkan Al-Qur’an ke anak-anak.”
Tak hanya Jamal, kisah inspiratif juga datang dari salah satu peserta lansia yang usianya telah menyentuh 60-an tahun. Meski awalnya tidak mengenal huruf hijaiyah sama sekali, berkat metode DIROSA yang sistematis dan mudah dipahami, kini ia sudah mampu membaca Al-Qur’an dengan lancar.
“Saya sangat senang sekali. Awalnya tidak tahu sama sekali huruf-huruf Al-Qur’an. Tapi Alhamdulillah, sekarang sudah bisa mengaji,” ujar sang peserta penuh rasa haru.
Sebagai bentuk apresiasi, para mudarris (pengajar DIROSA) menyerahkan sertifikat kelulusan kepada peserta yang telah mengikuti program selama 20 kali pertemuan. Ini menjadi penanda bahwa siapa pun, di usia berapa pun, tetap memiliki peluang untuk mendekatkan diri kepada Al-Qur’an.

Berkurban Atau Membayar Utang, Berikut Penjelasanya
Sinjai.Wahdah.Or.Id -- Idul Adha sudah dekat. Tabungan mulai dikumpulkan untuk beli hewan kurban. Tapi, bagaimana jika masih punya utang? Mana yang harus diutamakan: membayar utang atau berkurban?
Pertanyaan ini penting karena banyak kaum Muslimin ingin berpartisipasi dalam ibadah kurban, namun masih dibebani cicilan atau pinjaman. Jawabannya tidak sekadar berdasarkan semangat, tetapi harus berdasarkan prioritas dalam syariat Islam.
1. Membayar Utang Itu Wajib, Berkurban Hanya Sunnah
Melunasi utang hukumnya wajib, sedangkan berkurban adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Maka, tidaklah tepat mengedepankan perkara sunnah dari perkara yang wajib.
أداء الدَّيْن واجب، والأضحية سنة مؤكدة، فلا تقدم السنة على الواجب
"Melunasi utang adalah kewajiban, sedangkan berkurban adalah sunnah. Maka tidak boleh mendahulukan sunnah atas kewajiban."
Bahkan menurut sebagian ulama yang mewajibkan kurban, kewajiban itu hanya berlaku bagi orang yang mampu, sedangkan orang yang punya utang secara hukum dianggap tidak mampu.
2. Membayar Utang Membebaskan Tanggung Jawab
في سداد الدَّيْن إبراء للذمة، وفي تعيين الأضحية شغل لها
"Membayar utang membebaskan tanggung jawab, sedangkan menyibukkan diri dengan kurban adalah tambahan beban."
Tentu, membebaskan diri dari kewajiban lebih utama daripada menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah.
3. Utang adalah Hak Sesama Manusia
Utang merupakan hak orang lain, sedangkan kurban adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah yang hukumnya tidak wajib. Dalam kasus ini, hak manusia lebih diutamakan daripada hak Allah yang bersifat sunnah.
الدين حق للعباد، والأضحية حق موسع مندوب لله تعالى، فيقدم حق العباد
"Utang adalah hak hamba, sedangkan kurban adalah hak Allah yang bersifat dianjurkan. Maka hak manusia lebih didahulukan."
4. Utang yang Tak Dilunasi Bisa Jadi Petaka di Akhirat
Membiarkan utang tanpa niat melunasi sangat berbahaya. Di akhirat, utang akan ditagih bukan dengan uang, tapi dengan amal kebaikan.
"Dikhawatirkan orang yang berutang akan membayar di akhirat dengan amalnya sendiri jika tidak dilunasi di dunia. Padahal, saat itu seorang Muslim sangat butuh satu amal pun."
Lalu, Kapan Seseorang Boleh Berkurban Meski Masih Punya Utang?
Berkurban tetap diperbolehkan jika:
✅ Utang tersebut masih jauh jatuh temponya,
✅ Ada kemampuan jelas untuk melunasi tepat waktu, atau
✅ Ada keringanan dari pihak pemberi utang.
Jika tiga syarat di atas terpenuhi, maka berkurban diperbolehkan dan insyaallah berpahala.
Bolehkah Berutang Demi Berkurban?
Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya:
"Apakah seseorang boleh berutang untuk berkurban?"
Jawaban beliau:
“Jika ia memiliki niat dan kemampuan melunasi, maka itu baik. Namun, tidak wajib baginya untuk berutang.”
(Majmu' al-Fatawa, 26/305)
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah juga mengatakan:
“Berkurban adalah sunnah, bukan wajib. Dan tidak mengapa seseorang berutang untuk berkurban jika ia memiliki kemampuan untuk membayar tepat waktu.”
(Fatawa Ibnu Baz, 1/37)
Kesimpulan
Seorang Muslim tidak seharusnya memaksakan diri untuk berkurban bila masih memiliki utang, kecuali jika:
-
Utangnya masih lama jatuh tempo, dan
-
Ia yakin mampu membayar tepat waktu.
Jika tidak, maka hendaknya uang yang dimiliki digunakan terlebih dahulu untuk membayar utang, karena itulah yang lebih diwajibkan oleh syariat.
Semoga Allah ﷻ menerima semua amal ibadah kita dan memudahkan setiap hamba-Nya untuk menunaikan hak-hak-Nya dan hak sesama.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Syaikh Al Munajjid pada website الإسلام سؤال و جواب Islamqa
Diterjemahkan oleh: Ustaz Fadli Aiman, S.H., M.H.
Ketua Yayasan Pendidikan Al-Islami Wahdah Islamiyah Sinjai

Pandangan Ustaz Fadli Aiman tentang Ibadah Kurban: Hukum, Makna, dan Hikmahnya
Makna Kurban dalam Islam
Secara bahasa, udhiyah atau kurban berarti hewan sembelihan, khususnya kambing, yang disembelih pada hari Iduladha. Dalam istilah syariat, udhiyah adalah hewan yang disembelih sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala pada hari nahr (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11–13 Dzulhijjah), dengan syarat dan ketentuan tertentu yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam.
A. Hukum Berkurban dalam Islam
Para ulama sepakat bahwa menyembelih hewan kurban lebih utama dibandingkan sedekah dalam bentuk lainnya sebagai pengganti hewan Kurban. Hal ini didasarkan pada amalan Rasulullah ﷺ yang secara rutin berkurban, begitu pula para khulafaur rasyidin sepeninggal beliau.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah dibanding mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah)
Namun, dalam hal hukumnya, para ulama berbeda pendapat:
1. Pendapat Mayoritas Ulama (Jumhur)
Madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa kurban hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), bukan wajib. Ini juga merupakan pendapat sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhum.
Dalil yang mereka gunakan antara lain:
-
Hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ ولا من بَشَرِهِ شَيْئً ا
"Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sedikit pun.” (HR. Muslim)
-
Dari kalimat “ingin berkurban” dipahami bahwa ibadah ini bersifat sunnah, karena jika wajib, tentu Nabi ﷺ akan menyampaikannya dengan perintah yang lebih tegas.
-
Disebutkan pula bahwa Abu Bakar dan Umar pernah tidak berkurban selama satu atau dua tahun, untuk menunjukkan bahwa kurban bukanlah kewajiban.
2. Pendapat Madzhab Hanafiyah
Sebagian ulama dari madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa berkurban adalah wajib bagi mereka yang mampu. Dalil yang mereka gunakan antara lain:
-
Firman Allah ﷻ:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Dalam kaidah ushul fikih, perintah dalam Al-Qur’an pada asalnya menunjukkan kewajiban, kecuali ada dalil yang memalingkannya.
-
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa memiliki kelapangan (rezeki) tetapi tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat salat kami.” (HR. Ibnu Majah)
Bagi ulama Hanafiyah, ancaman dalam hadis ini menunjukkan bahwa meninggalkan kurban bagi yang mampu adalah dosa, dan itu menjadi dalil kewajiban.
Pendapat yang Lebih Kuat
Pendapat yang lebih kuat dan dipilih oleh banyak ulama kontemporer adalah pendapat mayoritas ulama bahwa kurban adalah sunnah muakkadah. Hal ini ditinjau dari praktik Rasulullah ﷺ, sahabat-sahabat beliau, dan karena tidak ada perintah yang mewajibkannya secara eksplisit.
Adapun hadis ancaman bagi yang tidak berkurban, dipahami sebagai bentuk penekanan terhadap pentingnya ibadah ini, bukan menjadikannya sebagai kewajiban.
B. Hikmah Disyariatkannya Kurban
Ibadah kurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan, tetapi mengandung banyak hikmah dan pelajaran spiritual yang dalam. Di antaranya:
1. Menghidupkan Sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
Kurban adalah simbol ketaatan Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam kepada Allah. Allah ﷻ berfirman:
ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan tidak termasuk orang-orang musyrik. (QS. An Nahl: 123)
Berkata Ibnu Jauzi rahimahullah;
إنّ الاتباع يكون في جميع ملته، وقد أمرنا الله باتّباعه؛ لسبقه إلى الحقّ
"Sesunggunya mengikuti kebenaran itu adalah mengikuti seluruh agama (yang dibawa para rasul). Dan kita telah diperintahkan Allah SWT mengikuuti agama sebelumnya karena ,mereka telah mendahului kita pada kebenaran."
2. Melatih Kepatuhan dan Kesabaran
Ibadah kurban mengajarkan nilai ketaatan total terhadap perintah Allah, meskipun berat, seperti pengorbanan Nabi Ibrahim ketika diminta menyembelih putranya.
3. Sebagai Wujud Syukur
Dengan berkurban, seorang Muslim menunjukkan rasa syukur atas nikmat rezeki dan kehidupan yang Allah berikan.
4. Menjalankan Perintah Allah dan Sunnah Rasulullah ﷺ
Kurban adalah ibadah yang sangat dicintai Allah pada hari-hari tasyriq, sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
“Tidak ada amalan yang lebih dicintai oleh Allah pada hari nahr selain mengalirkan darah (hewan kurban)...” (HR. Ibnu Majah)
5. Ibadah Yang Paling Agung di Hari Id
Rasulullah bersabda:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah dibanding mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah)
6. Kurban termasuk di antara syiar agung dalam Islam.
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
"Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati." (QS. Al -Haj: 32)
Penutup
Ibadah kurban adalah wujud ketakwaan, pengorbanan, dan kepedulian sosial. Melaluinya, seorang Muslim tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga berbagi dengan sesama. Maka, bagi siapa pun yang Allah lapangkan rezekinya, jangan lewatkan kesempatan mulia ini untuk menjalankan sunnah yang agung, dan raih keberkahan di hari-hari terbaik dalam Islam.
Wallahu a’lam.
Oleh: Ustaz Fadli Aiman, S.H., M.H.
Ketua Yayasan Pendidikan Al-Islami Wahdah Islamiyah Sinjai

Bukan Sekadar Selebrasi: Menimbang Ulang Tradisi Wisuda di Lembaga Pendidikan Islam
Sinjai, sinjai.wahdah.or.id -- Respon masyarakat terhadap seremoni kelulusan yang semakin berlebihan kini makin kuat terdengar. Pemerintah, melalui Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Kemenag Kabupaten Sinjai, telah mengeluarkan himbauan agar pelaksanaan penamatan atau wisuda tidak dilakukan secara boros, mewah, atau melampaui batas kewajaran. Ini merupakan ajakan moral yang sangat relevan dengan realitas pendidikan dan sosial kita hari ini.
Di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Wahdah Islamiyah Sinjai, kami pun pernah menyelenggarakan wisuda dengan konsep yang cukup besar, bahkan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saat itu, niat kami tulus: memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para santri yang telah menyelesaikan hafalan dan studi mereka. Namun seiring waktu, dan terutama setelah adanya arahan serta refleksi dari berbagai pihak, kami merasa perlu untuk mengevaluasi kembali bentuk selebrasi tersebut.
Sebagai lembaga pendidikan, kami menyadari bahwa esensi dari wisuda bukanlah pertunjukan, tetapi ungkapan syukur dan peneguhan tanggung jawab atas ilmu yang telah diperoleh. Oleh karena itu, kami mulai merancang ulang konsep penamatan agar tetap memberi kesan yang mendalam, tetapi dengan lebih sederhana, efisien, dan tidak membebani para santri maupun orang tua mereka.
Kami menyambut baik himbauan pemerintah ini, bukan sebagai batasan, tetapi sebagai pengingat agar kita mampu menjaga keseimbangan antara ekspresi syukur dan kebijaksanaan. Apalagi, di tengah situasi ekonomi yang menuntut kehati-hatian, efisiensi anggaran menjadi bagian dari kebijakan nasional yang harus kita dukung bersama.
Islam sendiri telah meletakkan prinsip kesederhanaan sebagai fondasi dalam segala aspek kehidupan. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan.”
(QS. Al-Isra: 26–27)
Ayat ini tidak hanya melarang perilaku konsumtif, tetapi juga membentuk mentalitas umat yang bertanggung jawab, tidak silau dengan kemewahan, dan tidak terjebak pada simbolisme semata.
Karena itu, kami mengajak seluruh lapisan masyarakat—terutama para orang tua dan pemerhati pendidikan—untuk menyambut arahan ini dengan lapang dada dan penuh kesadaran. Mari kita ubah cara pandang terhadap kesuksesan. Keberhasilan santri tidak ditentukan oleh megahnya acara wisuda, melainkan oleh akhlaknya setelah diwisuda, oleh kontribusinya setelah kembali ke tengah masyarakat.
Menata ulang tradisi ini bukan berarti menghapus kebahagiaan, tapi justru memperindahnya dengan nilai. Kita tidak sedang memangkas kenangan, melainkan memperdalamnya dengan kesadaran. Insya Allah, langkah ini akan menghadirkan keberkahan bagi anak-anak kita, keluarga mereka, dan dunia pendidikan Islam secara menyeluruh.
Oleh: KM. Hamdan Munir
Pimpinan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Wahdah Islamiyah Sinjai